Rey, seorang pria yang memiliki karisma dan gayanya selalu membuat para
gadis meleleh melihatnya. Dia sosok seorang sahabat yang baik. Dengan ribuan celoteh dari mulut
kecilnya, dia selalu mampu membuat ku tersenyum meski disaat hatiku rapuh tak
berdaya. ReyhanKurniawan itulah nama lengkapnya. Dia adalah teman pertamaku
disaat aku duduk di bangku SMA dan dia juga temanku sebangku di kelas. Beribu
canda tawa selalu kita tuangkan disaat kita mulai jenuh dengan berbagai mata
pelajaran yang menghantui benak kita. Rey selalu membuatku tertawa lepas
bahagia meski terkadang dia selalu membuatku kesal dengan tingkahnya yang
menjengkelkan. Namun, dialah sosok sahabat yang selalu memberikan pundaknya
dikala aku tak dapat menahan tetesan air mata ini untuk jatuh. Dia selalu
membuatku nyaman saat berada disampingnya.
Hari berganti hari aku
melewatinya bersama-sama dengan penuh keceriaan. Tak pernah sedetikpun aku
melihat raut wajahnya yang murung dan tanpa ekspresi. Namun, dihari ini aku
melihat raut wajah yang tak pernah aku bayangkan sedikitpun. Aku tak tahu
mengapa dia terlihat sedikit diam dan hal itu membuatku sedih. Dengan perlahan
aku mendekatinya dan mencoba untuk menghiburnya.
“Hey Rey...” sapaku
“Hey Ken” balasnya dengan
senyum terpaksa
“Ehhhh.. sorry ya sms mu
semalem nggak aku bales” ujarku
“Iya gpp kok” jawabnya cuek
“Duuuhhhh.. ada yang ngambek
yaaaaa, cakepnya ilang lho kalo cemberut melulu” balasku jahil dengan
menyenggol tanggannya
“Enggak kok ken, aku nggak
ngambek. Udah lupain aja” jawabnya
“Kamu kenapa sih Rey ? Cerita
dong, jangan sedih kayak gini” tanyaku mendenggus kesal
“Hehe.. gpp kok sayang, abang lagi badmood aja nih” jawabnya tersenyum
“Gitu dong abangku sayang, emangnya badmood kenapa sih ? Apa gara-gara
semalem yakk” tanyaku penasaran
“Iya nihhh.. lagi kangen sama ayah dan bunda. Hehee” jawabnya malu
“Idihhh abang, kirain kenapa ? Loh katanya hari ini kedua orangtua kamu mau
datang ke Bojonegoro, kan ntar rasa kangennya bakal hilang” jawabku
“Naaaaahhh.. itu yang buat aku badmood neng, ayah dan bunda nggak jadi kesini.
Sedih banget rasanya” jawabnya sedih
“Udaaaah ah bang, senyum dong. Kan masih ada eneng cakep disamping abang.
Heheee” jawanku bercanda lepas
Rey langsung tersenyum lepas
dan mengelus kepalaku seperti biasa. Aku suka Rey yang penuh dengan keceriaan
dan kelembutan. Dia memang jauh dari kedua orangtuanya dan ini pertama kalinya
untuk Rey. Wajar kalau dia merindukan ayah dan bundanya.
***
Aku terbangun dari mimpi
indahku ketika si Mbok membangunkanku dan memberitahuku bahwa Rey sudah
menungguku didepan rumah. Dengan fikiran yang masih dibuai oleh mimpi dan
dengan bergegas pula aku langsung menemui Rey.
“Pagi bidadari bau iler”
sapanya menggodaku
“Apaan sih !! Baru jam berapa
ini kamu kok udah menjemputku ?” jawabku kesal
“Udah jam setengah 7 eneng
jelek” jawabnya serius
“Astagaaaaaaa !!!!!! bentar
yaaaa aku cuci muka dulu dan ganti baju” Jawabku tergesa-gesa masuk ke dalam
rumah
Dengan segera aku masuk ke
kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan gosok gigi. Seusai itu, aku melihat jam
dinding di kamarku dan jarum jam masih menunjuk ke arah pukul setengah 6. Aku
pun kesal dan masuk ke kamar mandi lagi untuk mandi. Dan aku langsung
bersiap-siap dan mendandani diriku sendiri.
“Subhanallah.. Betapa
cantiknya anugerah Tuhan ini” Ucapku lirih didepan cermin dan langsung menemui
Rey di depan rumah.
“Lama banget sih dandannya,
cepet sini naik!” katanya kesal
Aku pun langsung naik motornya
dan merangkul pinggangnya seperti biasa. Bahkan sesampai sekolahpun aku tak
melepas tanganku dipinggangnya karena dia selalu marah kalau aku melepaskannya.
Aku juga nggak tau kenapa dan aku hanya menurutinya seperti boneka barbie.
Setelah dia menaruh sepeda motornya ditempat parkiran, kita langsung jalan ke
kelas bersama. Nggak ada angin maupun hujan, tiba-tiba dia memegang tanganku
sampai kelas dan semua teman-teman mengejek kita. Namun dengan stay cool dia
tetap memegang tanganku. Memang dari awal masuk SMA, semua teman ku bilang
kalau aku dan Rey adalah pasangan yang serasi.
Seperti biasa, aku dan Rey
melewati mata pelajaran dengan selalu bercanda. Yaaaa inilah setan yang berupa
sahabat. Setan yang mempengaruhiku untuk tidak mendengarkan penjelasan materi
pelajaran dari guru-guru. Itulah pemikiran yang terkadang muncul di dalam
benakku. Namun meski begitu, nilai-nilaiku sekolah dan Rey bisa dibilang lumayan
bagus. Mungkin karena kita sering belajar bareng dengan teman-temanku sekelas
lainnya.
Kriiiiiiinggggg... Kriiiiiinggggg...
Bel istirahatpun berbunyi dan
Rey langsung mengajak teman-temannya bermain futsal. Dan aku tetap tinggal di
kelas karena tubuh ini seperti telah melekat pada bangku yang aku duduki.
Tiba-tiba ada seorang temanku yang duduk disebelahku. Dia adalah Intan Permata
Sari. Intan adalah teman baikku. Dia mengajakku ke kantin, namun aku
menolaknya. Intan tetap memaksaku dan akhirnya aku mau menemaninya. Sesampai
dikantin, aku memesan bakso dan jus melon kesukaanku. Aku bicara panjang lebar
dengan Intan di kantin. Nggak tau kenapa tiba-tiba dia membahas tentang Rey dan
ternyata Intan suka dengan Rey. Mendengar kalimat bahwa dia suka dengan Rey,
tiba-tiba hatiku sakit seperti butiran debu yang tersapu angin. Aku tidak
mengerti apa yang aku rasakan ini. Aku hanya membalas dengan senyuman manis
dihadapannya. Dan tak ku sangka, Intan memintaku untuk melancarkan hubungannya
dengan Rey. Meski berat mulut ini untuk berkata-kata namun dengan terpaksa dan
hati terpecah belah, aku membalas keinginannya itu dengan kata iya. Intan pun
langsung mencubit pipiku dengan wajah yang gembira dan berterima kasih padaku.
Setelah kejadian di kantin
sekolah itu, entah kenapa tiba-tiba aku dan Intan menjadi lebih dekat dari
biasanya. Dia selalu masuk di celah-celah antara aku dan Rey. Dengan sedikit
risi aku tidak menyukainya. Namun bersamaan dengan rasa ketidaksukaanku sama
Intan malah menjadikan Rey tampak akrab dengannya.
***
Hari berganti begitu cepat.
Suasana pagi yang selalu ceria oleh kedatangan Rey perlahan lenyap entah
kemana. Akupun bersiap ke Sekolah dengan raut muka yang tak ada semangat sama sekali. Seusai minum segelas susu, aku
pun berangkat ke sekolah sendiri untuk kesekian kalinya. Aku tak habis pikir,
kemana perginya Rey dari setiap pagi ku. Di sekolah pun dia lebih asyik bermain
futsal di setiap jam istirahat dibandingkan saling bertukar cerita denganku.
Tak ada lelahnya diriku selalu
membuka suara di tengah-tengah pelajaran untuk saling berbicara dengannya. Dia
pun sama sekali tidak pernah menghargai ucapan yang terus aku lontarkan
kepadanya.
“Bu Aning sedang menjelaskan
materi ken, serius dong kamu. Jangan ngobrol melulu di tengan pelajaran”
Ucapnya pelan kepadaku.